Sabtu, 09 Juni 2012

PERDARAHAN POSTPARTUM



1.      Defenisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).
Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998)
HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.

2.      Epidemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas. Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta sehingga perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

3.      Klasifikasi
                  Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

                  a.  Early Postpartum / Post Partum Primer

Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama.
b.  Late Postpartum / Post Partum sekunder
Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering di akibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

                 Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :

                 1. Atoni uteri (50-60%).
                 2. Retensio plasenta (16-17%).
                 3. Sisa plasenta (23-24%).
                 4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
                 5. Kelainan darah (0,5-0,8%).


4.      Etiologi
a.  Etiologi perdarahan postpartum dini :
1). Atonia uteri
—                    Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
·         Umur yang terlalu muda / tua
·         Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara
·         Partus lama dan partus terlantar
·         Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion / janin besar
·         Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada solusio  plasenta
·         Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
2). Laserasi  Jalan lahir
Robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.
3). Hematoma
—                                Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
4). Lain-lain
—                                Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus, sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio uteri.
b.   Etiologi perdarahan postpartum lambat :
1). Tertinggalnya sebagian plasenta
2). Subinvolusi di daerah insersi plasenta
3). Dari luka bekas seksio sesaria

5.      Gejala Klinis
*      Atonia uteri
Gejala dan tanda yang selalu ada:
a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

b. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).


*      Robekan jalan lahir
Gejala dan tanda yang selalu ada:

a. Perdarahan segera
b. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
c. Uterus kontraksi baik
d. Plasenta baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

a. Pucat
b. Lemah
c. Menggigil


*      Retensio plasenta
Gejala dan tanda yang selalu ada:

a. Plasenta belum lahir setelah 30 menit
b. Perdarahan segera
c. Uterus kontraksi baik

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihan
b. Inversio uteri akibat tarikan
c. Perdarahan lanjutan


*      Tertinggalnya sebagian plasenta (sisa plasenta)
Gejala dan tanda yang selalu ada:

a. Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
b. Perdarahan segera

Gejala dan tanda kadang-kadang ada:

a. Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang


*      Inversio uterus
Gejala dan tanda yang selalu ada:

a. Uterus tidak teraba
b. Lumen vagina terisi massa
c. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
d. Perdarahan segera
e. Nyeri sedikit atau berat

Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:

a. Syok neurogenik
b. Pucat dan limbung


6.      Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

7.      Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

8.      Komplikasi Perdarahan Post Partum
Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan        post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.


9.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan Laboratorium
1)      Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
2)      Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal.
3)      Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
b.      Pemeriksaan radiologi
1)      Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan darah dan retensi sisa plasenta.
2)      USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.

10.  Pencegahan
a.       Perawatan masa kehamilan
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

b.      Persiapan persalinan
Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

c.       Persalinan
Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

d.       Kala tiga dan Kala empat
ü Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
ü Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
ü Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

11.  Penanganan
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
*       Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)
*       Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
*       Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
*       Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
*       Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
*       Atasi syok
*       Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
*       Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
*       Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
*       Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan
*       Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
a.       Atonia Uteri
*    Massage uterus melalui diding abdomen dengan cara : tangan kanan penolong melakukan
     gerakan memutar sambil menekan infus uteri.
*   Bersamaan dengan massage uterus, beri methergin 0,2 mg ( Metil ergometrin ) iv
*    Bila pendarahan belum berhenti -> beri oxytosin 5-10 unit dalam 500 ml Dextrose 5%
      atau RL.
*   Bila tindakan di atas tidak menolong -> kompresi bimanual, dengan cara : satu tangan masuk uterus, tangan yang lain menahan korpus uteri melalui abdomen. Uterus diangkat, diantefleksikan, lalu dengan gerakan memutar uterus dimassage dan ditekan di antara kedua tangan.
*   Bila pendarahan belum juga berhenti -> tamponade uterus, dengan cara : salah satu tangan memegang dan menahan fundus uteri, tangan yang lain memasukan tampon kasa panjang ke dalam uterus. Tampon dipasang dari tepi ke tepi sampai seluruh kavum uteri terisi dan vagina juga terisi tampon. Pada dinding abdomen di atas fundus uteri diberi ganjal -> pasang stagen.
*     Tampon diangkat 24 jam kemudian.
*     Uterus yang makin membesar, tanda vital yang makin jelek -> rujuk dengan keterangan bahwa di dalam uterus terpasang tampon (selama dalam perjalanan tetap dilakukan kompresi bimanual).

                 b.      Laserasi jalan lahir

                       Dengan spekulum lakukan eksplorasi, apakah ada :

*       Perlukaan jalan lahir / robekan vagina / robekan serviks
*       Luka episiotomi / robekan perineum
*       Varises pecah
*       Ruptur uteri (terutama bila riwayat persalinan sebelumnya sulit / dilakukan tindakan)
Penanganan :
*       Perlukaan -> jahitan silang yang dalam
*  Ruptur uteri -> rujuk ke RS / RSUD dengan infus terpasang didampingi seorang paramedis.

                  c.       Retensio Plasenta

                        Lakukan manual Plasenta :

*    Satu tangan menahan fundus, tangan yang lain (dengan sikap obstetrik) dimasukan ke        dalam vakum uteri dengan menyusuri tali pusat.
*       Pinggir plasenta ( sisa ) dicari dan dilepaskan secara tumpul dengan sisi ulnar tangan.
*       Setelah yakin semua plasenta lepas -> genggam dan keluarkan.
*      Pengeluaran ini dibarengi dengan massage uterus dari luar dan injeksi ergometrin 0,152 mg / metergin 0,2 mg iv.
Bila ditemukan plasenta akreta -> rujuk ke RS / RSUD dengan infus terpasang diserta seorang paramedis.
Kelainan proses pembekuan darah -> Rujuk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar